Dalang Edan Wayang Pethakilan

Bumi Gonjang Ganjing
Langit Kelap Kelip
Pancen wolak-waliking jaman
amenangi jaman edan
ora edan ora kumanan..
Sing waras padha nggagas
wong tani padha ditaleni
wong dora padha ura-ura
beja-bejane sing lali,
isih beja kang eling lan waspadha... .

Acap kacarita, tidak ada kecap nomer 2, 3, 4, ... dst, yang ada hanyalah kecap nomer 1, mungkin hanya kecap yang ada di dalam kemasan mie instan saja yang bukan kecap nomer satu karena mengandung bahan pengawet kosmetik, sehingga ramai-ramai ditarik dari toko-toko di taiwan, hongkong dan berbagai negara lain.

Lho lak iyo yo, Pak Liek ini sudah mulai ngelantur, pada pembukaannya dalangan kok isinya ngelantur ke cerita kecap segala. Ya, sudah kalau beg... beg... beg...itu Pak Liek lankutkan saja kisah pewayangannya.

Acap Kacarita, hoooop ... stop ... bentar .... bentar ... enaknya ini wayang lakonnya siapa, kalau wayang lakon Pandawa lawan Kurawa dalam perang baratha yuda apalagi Punakawan Semar, Petruk, Gareng dan Bagong, semua itu sudah kuno kata anak-anak jaman sekarang.

Tiba-tiba ada anak muda nyeletuk "waw, Pak Liek ini gimana meskipun kita anak muda jangan dikira kalau tidak tahu tentang pewayangan, Semar itu tukang kentut, Petruk juga punya nama lain yaitu Kantong Bolong, ciri-cirinya hidung panjang kayak Pinokio, trus Gareng jalannya pincang dan terakhir adalah Bagong si tubuh bulet dan tambun".

Lha dha lah kersaning kupluk, kowe kok pinter tenan le' ... anak e' sopo koe' le'!. Dan si anak muda pun menjawab "iya Pak Liek, sekarang apa sih yang ngga bisa kita ketahui, kalau gak tahu kan bisa tanya langsung ke Mbah Google, tinggal seraching saja ... gitu saja kok repot Pak Liek. Semua itu tahunya juga terpaksa, kalau ndak dikasih tugas sama Pak Guru di sekolah ya ndak bakalan tanya ke Mbah Google."

Oh ah la ... jagad kerat ... sak arat-arat ..., ya sudah kalau begitu Pak Liek lanjutkan lagi ceritanya. Lakonnya si Unyil dan kawan-kawan saja, supaya Si Unyil gak kalah sama Si Upin Ipin itu.



Acap kacarita ... Pada sebuah dukuh nun jauh disana, sebuah dukuh yang dulunya "Gempa Ripa Loh Jinawi" tapi kini sedang dilanda berbagai malapetaka, mulai dari bencana kekeringan, banjir, tanah longsor akibat pembalakan hutan dari orang-orang tak dikenal, sehingga dulunya penduduk dukuh yang terbiasa dengan makanan pokok berupa nasi tapi akhir-akhir ini berganti ke mie instan. penduduk dukuh yang dulunya terbiasa puasa senin-kamis, sampai saat ini juga masih melaksanakannya, cuman bedanya kalau dulu puasanya hari senin sama kamis sekarang hari senin sama kamis makan sedang hari selebihnya puasa.

Untuk mengusir bala malapetaka, maka Pak Raden sebagai lurah mengadakan Sedekah Bumi dengan mengundang seluruh rakyat padukuhan. Maka berbondong-bondonglah seluruh rakyat padukuhan termasuk diantaranya Si Unyil, Ucrit dan Usrok menuju pendopo Balai Desa untuk menghadiri undangan Pak Lurah yaitu Pak Raden.

Seluruh Rakyat Padukuha gembira dan ceria menuju Balai Desa, dalam hati mereka berguman pasti mereka akan mendapatkan bagian bungkusan nasi di balai desa. Maklum saja selama ini rakyat padukuhan hanya makan mie instan terus. Tetapi ketika sampai di balai desa, semua pada melongo melihat tumpeng yang ada di tengah-tengah balai desa. Ternyata oh ternyata tumpeng yang biasanya berisi gunungan nasi yang menjulang tinggi dengan tutup daun pisang, tetapi kali ini hanya tutup daun pisangnya saja yang menjulang.

Pak Raden sebagai Lurah mengerti akan kekecewaan yang dialami oleh rakyatnya, maka dia menjelaskan semua itu pada sambutan pembukaan acara sedekah bumi. "Tenang-tenang rakyatku semua, dikarenakan beberapa hari kemarin adalah Hari Pangan Sedunia, maka kali ini kitapun memperingatinya juga dengan gunungan tumpeng yang tidak berisi nasi. Tenanglah wahai rakyat padukuhan... karena semua itu sudah dipikirkan oleh pemerintah kita yang diatas sana bahwa semua rakyat padukuhan pasti kebagian ... ya, kalian semua pasti kebagian .... kebledosan elpiji".

Setelah acara selesai, berbondong-bondong pulanglah seluruh rakyat padukuhan dengan wajah lesu karena harapan mereka akan kebagian segebok nasi kini sirnalah sudah termasuk Si Unyil, Ucrit dan Usrok. Dan ketika sampai rumah, istri mereka yang sedari tadi berharap-harap akan adanya nasi langsung berang melihat Si Unyil pulang hanya membawa bungkusan daun pisang tampa adanya nasi sebutirpun.

Maka Lengkaplah sudah penderitaan Si Unyil dan kawan-kawan, pulang tampa membawa nasi, diomelin sang Istri dan kini juga tidak mendapatkan jatah segelas Kopi Susu Pahit Tampa Gula dan beberapa batang rokok GG Surya yang biasanya selalu tersedia di pagi hari.

Suka artikel ini? Bagikan :

FacebookGoogle+