Nasi Bungkus dan otonomi Daerah dalam peluang Bisnis

Peluang Bisnis dimana adanya sesuatu celah ataupun apa namanya yang dapat kita jadikan sesuatu yang menghasilkan atau bisa dikatakan dapat menghasilkan duit. Nasi bungkus merupakan makanan yang biasa dijual oleh warung-warung kecil. Otonomi daerah adalah wewenang/kekuasaan pada suatu wilayah/daerah yang mengatur dan mengelola untuk kepentingan wilayah/daerah masyarakat itu sendiri. Terus apa hubungannya ketiga hal tersebut diatas!!!

Seperti pada penjelasan diatas bahwa Otonomi daerah dimana suatu daerah diberi kewenangan dalam mengatur rumah tangga daerah tersebut dengan membuat RAPBD (Rencana Anggara Pendapatan Daerah). Dalam hal ini Pemerintah Kota Pekanbaru dapat memanfaatkan peluang bisnis untuk menutupi defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 2010 yang diperkirakan sebesar Rp 21 miliar.

Untuk menutup defisit tersebut Pemerintah Kota Pekanbaru mengembangkan perda yang sudah ada yaitu Perda Kota Pekanbaru Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pajak Rumah Makan dan Restoran. Dan sejak Januari ini aparat Dinas Pendapatan Pekanbaru gencar mendatangi warung-warung kecil untuk mengutip pajak 10 persen dari setiap nasi bungkus.

Kejelian Pemerintah Kota Pekanbaru patut diacungi jempol dalam melihat peluang bisnis tapi kenapa kok nasi bungkus. Semestinya ada klasifikasi terhadap pedagang sesuai kemampuan warung. Warung kecil, semestinya tidak dikenai pajak, karena pembelinya orang-orang kecil. Pajak nasi bungkus itu hanya akan memberatkan masyarakat ekonomi menengah ke bawah.

Yang tidak kalah pentingnya, bahwa pemberlakuan pajak nasi bungkus disinyalir dapat dijadikan ajang baru praktik korupsi, dimana modusnya dengan memerintahkan beberapa warung membuat pembukuan ganda. Dengan begitu, laporan omset dibuat lebih kecil dari kenyataannya agar pembayaran pajak juga menjadi lebih kecil. Untuk menutupi kebohongan itu, petugas pengutip mendapat uang sogok sebagai imbalan.

Photo source : commons.wikimedia.org

Suka artikel ini? Bagikan :

FacebookGoogle+